Minggu, 02 September 2012

terpengaruh zaman

ketika keperawanan di pertanayakan.....virginitas!!
      
       kontribusi dari awie setiawan
senin 3 september 2012






Suatu fenomena yang paling besar dan universal yang melanda kaum remaja saat ini utamanya di kota-kota besar, ialah
perilaku penyalahgunaan virginitas. Ironisnya, dalam masyarakat modern, perilaku ini merupakan sesuatu yang hampir
tidak mungkin dihindari. Hal ini membuatnya menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh para remaja
Kristen di kota-kota besar.
Dewasa ini tidaklah dipungkiri bahwa perilaku penyalahgunaan virginitas ini sebagian besar terjadi karena kurangnya
perhatian orangtua kepada mereka. Terlebih lagi perilku ini juga banyak mendapat dukungan dari elemen-elemen
kebudayaan masal yang mudah diakses oleh mereka seperti syair-syair lagu, situs-situs internet,
“majalah”, “iklan”, “film”, tayangan televisi, dan teman-teman sebaya yang
kebanyakan menggambarkan perilaku penyalahgunaan virginitas sebagai sesuatu gaya hidup yang tidak dapat
dipisahkan dari identitas diri mereka sebagai remaja yang gaul, funky dan cool. Trend perilaku negatif dari tahun 1970-
an dan tahun 1980-an yang memiliki semboyan “lakukan apa saja yang menyenangkan” ini terus
berkembang pesat hingga sekarang. Karenanya, perilaku penyalahgunaan virginitas ini dilakukan hanya sekedar untuk
having fun dan “jalan pintas” dalam memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan hidup lainnya yang siasia.
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI (Universitas Indonesia) menerbitkan hasil survei reproduksi remaja pada
kurun waktu 1998-1999 yang di lakukan di 20 kabupaten pada 4 provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
Lampung dengan melibatkan 8000 responden dan hasilmya sekitar 2,9% dari 8000 responden menyatakan bahwa
mereka pernah melakukan aktivitas seks pranikah, sekitar 34,9 % responden laki-laki dan 31,2% perempuan mempunyai
teman yang pernah melakukan hubungan seks pranikah. UNDIP (Universitas Diponogoro) mempunyai laporan lain.
Hasil penelitian tim peneliti kependudukan UNDIP bekerjasama dengan Kantor Dinas Kesehatan Jawa Tengah
melaksanakan penelitian prilaku siswa SMA pada tahun 1995. Hasilnya sekitar 60.000 siswa SMU se – Jawa
Tengah (dari 600.000 orang yang dilibatkan dalam survei atau sekitar 10%-nya) pernah melakukan sex-intercourse
pranikah (PK Undip Depkes Jateng, 1995). Lebih fantastis lagi Iip Wijayanto dalam bukunya yang sangat fenomenal
“Sex In The Kost” dengan mendasarkan basis penelitiannya yang kontroversial (dengan banyaknya
keraguan akan validitas metode sampling penelitiannya) di wilayah Kota Pelajar Jogyakarta, menunjukkan bahwa
aktivitas seks bebas yang merupakan salah satu bagian dari prilaku pergaulan bebas kaum terpelajar itu dari sekedar
pacaran dengan aksesoris kissing, hingga yang petting (dengan berbaju lengkap atau telanjang bulat), dan hingga yang
begitu enjoy melakukan hubungan seks pra nikah, sudah sangat memperihatinkan sekali. Dari hasil penelitiannya
diperoleh keterangan bahwa 97,05% mahasiswi di kota tersebut telah menyalahgunakan virginitas mereka. Definisi
Virginitas 1. Definisi Tradisional Virginitas Dalam bahasa Inggris, keperawanan disebut sebagai virginity. Kata
perawan atau virgin berasal dari kata virgo dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti gadis atau perawan. Kata ini
dipakai dalam mitologi Yunani untuk mengelompokkan beberapa dewi seperti Artemis dan Heista. Perawan adalah label
kekuatan dan kebebasan – menjelaskan kekuatan para dewi yang kebal dari godaan Dionysus - dewa rayuan
dan anggur. Dengan demikian, pada zaman dulu, “keperawanan merupakan konsep yang menunjukkan kekuatan
seorang gadis dalam melawan godaan”. Pada zaman pertengahan, virginitas menjadi istilah seksual yang
menunjuk pada wanita heteroseksual yang secara fisik selaput daranya belum sobek karena belum pernah
“dipenetrasi alat kelamin pria”. Keperawanan dianggap pemberian Tuhan yang hanya boleh dilepaskan
oleh suami. Wanita diharapkan tetap menahan diri sampai perkawinan. Seorang wanita dianggap menjatuhkan
kehormatan keluarga kalau ia berhubungan seks sebelum menikah. Pelanggaran ini akan dihukum berat. Pada zaman
itu untuk membuktikan keperawanan dipakai cara-cara medis maupun mistik. Ketika di Indonesia masih banyak
kerajaan, wanita dianggap perawan kalau selaput daranya tidak sobek. Kalau seorang wanita zaman dahulu selaput
daranya sobek karena menaiki kuda, ia bukan perawan lagi. Begitu juga jika “ia dilahirkan dengan selaput dara
yang kecil atau malah tidak memiliki selaput dara, ia juga dianggap bukan perawan”. Sampai sekarang, bukan
hanya di pedesaan, definisi ini masih dipegang teguh. Bahkan di perkotaan, di dalam rumah mewah yang penghuninya
berpendidikan pun, definisi itu juga masih mengisi kepala banyak orang. Begitu pula di banyak budaya asingnya, seperti
di Timur Tengah. Secara selintas, definisi tradisional mengenai perawan kelihatannya sudah jelas; sobek atau
tidaknya selaput dara seorang wanita baik karena berhubungan seks maupun karena sesuatu hal. Meskipun definisi ini
kelihatannya biasa-biasa saja, ternyata juga masih sangat menekankan pada aspek fisik atau medis. Seorang yang
selaput daranya masih utuh dianggap masih perawan. Padahal sebenarnya masih ada banyak hal penting yang
tercakup dalam virginitas daripada sekedar sobeknya selaut dara, baik secara kerohaniam, fisik, emosional maupun
intelektual. Melihat hal di atas, tentu saja barometer keperawanan ini hanya berlaku untuk perempuan. Laki-laki jadi
punya standar sendiri. Sepertinya keperawanan dianggap sangat penting dan serius bagi wanita, sedangkan
keperjakaan laki-laki dianggap biasa saja. Kata virgin/perawan yang berarti kemurnian dan kesucian harusnya tidak
mengenal perbedaan gender (jenis kelamin), tetapi nyatanya dianggap lebih “menjadi persoalan” bagi
wanita daripada pria. Hal ini memang terlihat ganjil. Karena itu kita perlu terus mengkaji mengapa kondisi selaput dara
wanita dianggap sangat vital - dianggap sebagai alat bukti untuk menunjukkan apakah ia pernah berhubungan seks
dengan pria. Seorang wanita yang selaput daranya sobek atau rusak dipandang ‘barang yang kurang
berharga”. Begitu pula dengan perempuan yang tidak memiliki selaput dara, yang selaput daranya kecil sekali,
dan yang selaput daranya sangat elastis seakan-akan dianggap wanita kelas dua. Jadi menurut definisi tradisional ini,
seorang perawan adalah seorang wanita yang secara positif berdasar bukti fisik, selaput daranya masih utuh. 2.
Pemuda Rehobot
http://pemuda.rehobot.net Menggunakan Joomla! Generated: 24 March, 2008, 09:13
Definisi Umum Virginitas Sementara kata “perawan” dalam bahasa Indonesia memiliki akar kata
“rawan” atau mudah terkena sesuatu atau mudah patah/sobek. Bisa juga kata “rawan” itu
menggambarkan sifat yang mudah terpengaruh atau situasi genting. Dengan demikian, secara etimologis,
“perawan” tidak hanya menunjuk pada wanita saja, tetapi bisa juga dikenakan pada laki-laki. Namun
sayangnya analogi kata “perjaka” dan “keperjakaan” dari kata “perawan” dan
“keperawanan” malah mengaburkan makna yang tersirat di dalamnya. Seakan-akan perjaka dan
keperjakaan tidak memiliki sifat-sifat rentan seperti di atas. Berdasarkan hal di atas, saat ini definisi umum
keperawanan, yang biasa diterapkan untuk pria dan wanita sekarang adalah seseorang yang sudah pernah
berhubungan seks (yang secara klinis pernah mengalami peristiwa penis berada di dalam vagina) maka ia bukan
perawan atau perjaka. Yang menjadi petanyaan di sini adalah “bagaimana kalau penis bukanlah bagian dari
hubungan seks tersebut?” Apakah ini berarti dua orang lesbian yang melakukan seks oral tetap dianggap
perawan? Kalau kita menganggap seks oral sebagai “kehilangan keperawanan” bagi mereka, maka
apakah seks oral juga bisa dipakai sebagai parameter untuk menentukan keperawanan wanita heteroseksual?
Bagaimana dengan seks anal yang dilakukan para laki-laki gay? Apakah mereka juga dapat dianggap perjaka? Kalau
kita menganggap seks anal sebagai “kehilangan keperjakaan” bagi mereka, maka apakah seks anal juga
bisa dipakai sebagai parameter untuk menentukan keperawanan atau keperjakaan wanita atau pria heteroseksual?
Semuanya terpulang pada definisi pembaca. Di sini penulis ingin menegaskan bahwa tidak ada kata-kata yang tepat
untuk pengalaman-pengalaman emosional seperti itu, kalau keperawanan atau keperjakaan hanya ditentukan
berdasarkan pada saat pertama kali seseorang mengalami hubungan seks - penis di dalam vagina. 3. Definisi
Virginitas yang Lebih Baik Sebenarnya definisi keperawanan yang ada sekarang sangatlah kaku dan mengaburkan
masalah yang sesungguhnya. Kalau definisi perkawinan saja mulai diutak-atik dengan memasukkan kemitraan seks
sesama jenis, mengapa definisi keperawanan tidak diubah dan disesuaikan? Saat ini jika seseorang membahas soal
keperawanan, mereka masih cenderung menganggap seks sama persis dengan gender (jenis kelamin). Padahal
kenyataannya definisi tradisional dan definisi umum mengenai keperawanan itu dapat membuat “seseorang bisa
melakukan berbagai macam aktivitas seksual tanpa harus kehilangan status keperawanannya/keperjakaannya.”
Secara teoritis bila pembaca mengikuti definisi keperawanan yang ada selama ini, maka seorang wanita yang
melakukan hubungan intim melalui anal dan oral seks dapat dikatakan tetap perawan dan seorang pria yang melakukan
hubungan intim lewat anal dan oral seks, juga dapat dikatakan tetap perjaka, karena pada hakikatnya “seks anal
dan oral membuat selaput dara tidak sobek dan merekapun tidak mengalami peristiwa penis di dalam vagina”.
Begitu juga dengan wanita lesbian dan pria homo seks yang berhubungan seks dengan pasangannya juga dapat
dikatakan masih perawan dan perjaka, karena pada hakikatnya mereka juga tidak mengalami peristiwa penis di dalam
vagina dan sobeknya selaput dara. Kelihatannya ada banyak lubang di dalam definisi yang kaku tersebut. Dengan
demikian, definisi tradisional dan definisi umum keperawanan memang perlu ditinjau ulang. Apakah keperawanan itu
adalah sekedar “sesuatu yang dapat hilang karena diambil dari seseorang, atau sesuatu yang dapat hilang
karena dengan kemauan sadar seseorang dibagi bersama dengan orang lain?” Sebelum pembaca
mempertimbangkan “definisi yang tepat” untuk keperawanan, cobalah pikirkan secara mendalam situasisituasi
berikut ini: Apakah hanya selaput dara yang mengeluarkan darah dapat menentukan keperawanan seseorang?
Apakah sanggama (persetubuhan) saja yang dianggap menentukan keperawanan seseorang? Apakah jika seseorang
dengan kemauannya sendiri terlibat dalam aktivitas-aktivitas seks intim tetapi tidak mengalami peristiwa penis di dalam
vagina masih pantas dianggap sebagai perawan? Apakah definisi keperawanan saat ini tidak mencakup kaum lesbian
dan kaum gay? Apakah definisi keperawanan yang berlaku sampai sekarang dan semua stigma sosial yang dilekatkan
padanya bias terhadap selaput dara wanita? Berdasarkan sejumlah pertanyaan di atas, maka penulis mengusulkan
difinisi keperawanan yang lebih baik. Definisi yang berusaha mencakup aspek emosional, spiritual, dan bukan sekedar
fisik saja. Penulis memandang keperawanan atau keperjakaan memiliki tiga sisi. Sisi pertama berupa keperawanan
emosional, sisi kedua berupa keperawanan spiritual dan sisi yang terakhir berupa keperawanan fisik. Untuk menjadi
tidak perawan, seseorang harus menyerahkan ikatan perasaan dengan kesuciannya dan sekaligus terlibat dalam
tindakan seksual. Dengan kata lain, keperawanan bukanlah sesuatu yang dapat “hilang” karena dapat
“diambil”, tetapi sesuatu yang dapat hilang karena dibagi dengan orang lain. Jadi bagi para wanita yang
merupakan korban dari sebuah tindakan pemerkosaan masih dapat dikatakan sebagai seorang perawan dalam
pengertian spiritual dan emosional, sekalipun tubuhnya secara fisik sudah dipenetrasi oleh alat kelamin penyerangnya.
Mereka belum berhenti menjadi perawan karena mereka tidak mengorbankan iman kepercayaannya dengan membagi
keperawanannya dengan si pemerkosa. Dan juga mereka tidak mengalami perasaan-perasaan nikmat yang menyertai
pembagin tubuhnya dengan orang lain. Dalam definisi ini, setiap tindakan seks berupa perangsangan dengan tujuan
orgasme atau ejakulasi bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain dapat dihitung sebagai hubungan seks. Tidak peduli
apakah tindakan di atas bersifat heteroseksual atau homoseksual, bila seseorang berbagi tubuh dengan orang lain, atau
jika seseorang memberikan kenikmatan kepada orang lain atau dirinya sendiri yang dapat menimbulkan orgasme
(ejakulasi) atau bertujuan untuk mencapai orgasme (ejakulasi), maka orang itu telah melakukan hubungan seks.
Dengan kata lain, keperawanan bukanlah sesuatu yang dapat “hilang” karena “diambil”,
tetapi sesuatu yang dapat hilang karena dibagi dengan orang lain. Jonathan Lesmana dalam bukunya Virgin territory
mengatakan bahwa: “Mereka yang masih perawan (perjaka) adalah mereka yang masih suci secara fisik dan
mental: mereka yang belum pernah melakukan aktivitas seksual yang ekstrim seperti lebih dari sekedar berpelukan dan
berciuman. Jadi dalam konteks ini masturbasi, petting, anal dan oral seks adalah aktivitas seksual yang ekstrim”.
Sedangkan Dr. andik Wijaya dalam bukunya yang berjudul Seksplorasi 53 Masalah Seksual mengatakan bahwa:
“Sesungguhnya virginity itu lebih merupakan masalah purity yaitu sejauh mana seseorang menjaga kemurnian
dirinya dan memandang aktivitas seksual sebagai aktivitas yang sakral yang hanya boleh dilakukan dalam ikatan
Pemuda Rehobot
http://pemuda.rehobot.net Menggunakan Joomla! Generated: 24 March, 2008, 09:13
pernikahan”. Begitu juga Pam Stenzel dan Crystal Krigiss dalam bukunya yang berjudul Ada Apa Dengan
Pacaran Dan Seks, juga mengatakan bahwa: “Dalam batas kesehatan, seks didefinisikan sebagai berikut:
apapun yang merupakan persentuhan dengan alat kelamin, baik tangan menyentuh alat kelamin, mulut menyentuh alat
kelamin, maupun alat kelamin dengan alat kelamin, semua itu dianggap sebagai seks (persetubuhan). Hampir
senada dengan pendapat di atas, John white dalam bukunya yang berjudul Dosa, Seks, dan Kita mengatakan bahwa:
percumbuan pranikah dan hubungan seks pranikah bukanlah dua hal yang berbeda. Para seksolog menyebut ciuman
dan percumbuan sebagai pemanasan. Ciuman, sentuhan, dan pelukan merupakan persiapan sebelum terjadinya
hubungan intim. Ketiganya tidak bisa dipidahkan dari keseluruhan proses hubungan seksual. Akhirnya, berdasarkan
hal-hal yang penulis sudah paparkan di atas, maka difinisi virginitas yang lebih baik untuk seorang perawan (perjaka)
adalah seseorang yang belum pernah melakukan hubungan seks, seorang yang belum pernah melakukan anal ataupun
oral seks, dan seseorang yang belum pernah melakukan perangsangan yang dapat menimbulkan orgasme atau
bertujuan mencapai orgasme (ejakulasi) bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain seperti: masturbasi, meraba-raba
tubuh pasangannya, petting, persetubuhan, dan menggunakan mainan seks. Dengan demikian penyalahgunaan
virginitas adalah tindakan melakukan hubungan seks atau perangsangan yang dapat menimbulkan orgasme atau
bertujuan mencapai orgasme (ejakulasi) bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Tidak peduli apakah tindakan di atas
dilakukan seorang diri atau dengan pasangan dan bersifat heteroseksual atau homoseksual. Bila seseorang berbagi
tubuh dengan orang lain, atau jika seseorang memberikan kenikmatan kepada orang lain dan dirinya sendiri yang dapat
menimbulkan orgasme (ejakulasi) atau bertujuan untuk mencapai orgasme (ejakulasi), maka orang itu telah kehilangan
keperawanan/keperjakaannya. Jenis-Jenis Penyalahgunaan Virginitas 1. Meraba-Raba Tubuh Pasangannya
Meraba-raba tubuh di sini adalah meraba-raba bagian tubuh yang sangat sensitif terhadap rangsangan seperti payudara
dan alat kelamin. Aktivitas seperti ini juga dapat membuat seseorang mengalami orgasme atau ejakulasi. 2.
Masturbasi Merangsang alat kelamin sendiri atau saling merangsang alat kelamin pasangannya dengan menggunakan
tangan sampai terjadi ejakulasi pada pria dan orgasme pada wanita. 3. Gesek Tubuh (petting) tubuh mereka ke tubuh mitranya untuk memperoleh kenikmatan, namun tidak sampai terjadi penetrasi penis
ke dalam vagina. Pergesekan ini tidak hanya pada alat kelamin, tetapi juga pada atau antar bagian tubuh lainnya. Oral Seks Oral seks adalah melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks pasangannya. 5. Anal Seks
Hubungan seksual yang dilakukan dengan cara memasukkan penis ke dalam anus. Hubungan seks ini secara klinis
sangat berbahaya mengingat banyaknya bakteri yang terdapat di dalam anus. 6. Hubungan Seksual seks yang yang dilakukan bersama pasangannya yang dapat menimbulkan orgasme (ejakulasi). 7. Menggunakan
Mainan Seks Mainan seks ini digunakan untuk mencapai orgasme. Mainan seks ini berupa dildo (penis buatan), vibrator
(alat yang dapat bergetar yang ditempelkan pada kelamin) dan sebagainya. Faktor-Faktor Penyebab
Penyalahgunaan Virginitas 1. Meningkatnya Libido Seksualitas Seks adalah bagian dari kehidupan manusia. yang ada dan tidak bisa ditolak. Sesuatu yang muncul dan bisa menimbulkan berbagai masalah apabila tidak
dikendalikan, diatur, dan diredam secara baik. Sering dengan perkembangan biologis pada umumnya, maka pada
masa remaja, seorang anak akan mencapai kematangan organ-organ seks (haid pada remaja putri dan mimpi basah
pada remaja putra). Kematangan organ-organ seks secara bio-fisiologis ini diikuti dengan kemampuan untuk melakukan
hubungan seks. Dorongan atau hasrat ini (libido) mempunyai ciri kenikmatan bilamana dilakukan dan karena itu
dorongan tersebut berkecenderungan untuk dilakukan. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seks, selalu
muncul jauh lebih awal daripada kesempatan untuk melakukannya secara resmi. Inilah yang sering terjadi pada remaja
dengan gejolak hasrat seksnya yang besar padahal ia belum cukup dewasa untuk menikah. Menurut Robert
Havighurst, seorang remaja menghadapi tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) sehubungan dengan
perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas perkembangan itu antara
lain adalah menerima kondisi fisiknya yang telah berubah, memanfaatkan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana
pun, serta menerima peranan seksualnya masing-masing. Di dalam upaya mengisi peran sosialnya yang baru itu,
seorang remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau libido. Menurut Sigmund Freud, libido
adalah gairah atau nafsu yang berbentuk energi biofisik pada manusia untuk hidup melandasi kebutuhan prokreatif.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila di kalangan remaja hari ini banyak terjadi perilaku seksual seperti masturbasi,
meraba-raba tubuh pasangannya, petting, hubungan seks bebas sebelum menikah, dan penggunaan mainan seks. Kesepian Hubungan dan bimbingan orangtua terhadap anak adalah sesuatu yang sangat penting. Penelitian di
Amerika menunjukkan bahwa di antara hal-hal yang menjadi penyebab remaja bermasalah adalah rasa kesepian
menempati posisi teratas, baik karena ditinggal orangtuanya yang sibuk bekerja, maupun ditinggal karena orangtuanya
bercerai. Jika ada satu kata selain lost (terhilang) untuk menggambarkan anak remaja modern dewasa ini, maka itu
adalah kata lonely (kesepian). Mereka adalah orang yang betul-betul kesepian. Kesepian adalah hal yang paling mereka
takuti. Karena ketika mereka sendirian, mereka merasa seakan-akan nyaris tidak eksis. Maka tidaklah heran bahwa
seorang remaja harus menelepon seorang temannya setibanya di rumah dari sekolah atau kampus, padahal mereka
sudah bertemu beberapa menit sebelumnya. Konsekwensinya bila seorang remaja tidak menemukan solusi bagi
kesepiannya, maka kesepiannya itu dapat mendorong mereka berperilaku merusak diri sendiri. Di Jaman modern ini,
takala banyak orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya, anak pun jadi kehilangan perasaan dikasihi, perasaan bahwa
mereka berharga. Karena seringnya mereka di rumah sendiri dan kesepian, mereka tidak banyak mendapat pujian,
komunikasi, ataupun kasih sayang. Kondisi tersebut akan menimbulkan perasaan tidak dikasihi, tidak diperhatikan, dan
diabaikan. Orangtua hanya memberi kebebasan sepenuhnya pada anak dengan alasan supaya si anak bisa mandiri,
kreatif, atau karena orangtua ingin bersikap demokratis. Namun sayangnya yang sering terjadi si anak malah jadi manja
dan kurang ajar karena segala keinginannya selalu dituruti oleh orangtua. Pada tingkatan yang ekstrim, orangtua
memberikan kebebasan penuh pada si anak, dalam arti mereka tidak lagi peduli dengan apa yang dilakukan anak,
semua terserah anak. Mereka hanya berkonsentrasi dengan pekerjaan dan tidak terlalu ingin berkomunikasi dengan
Pemuda Rehobot
http://pemuda.rehobot.net Menggunakan Joomla! Generated: 24 March, 2008, 09:13
anak dan mendidik anak dengan serius, tetapi seluruh kebutuhan anak dipenuhi dan keinginan anak dituruti. Barbara
Schineider yang meneliti 7.000 remaja selama 5 tahun menemukan bahwa rata-rata mereka menghabiskan waktu 3,5
jam sendirian setiap harinya. Remaja bisa saja mengklaim bahwa mereka membutuhkan privasi, tetapi mereka juga
sangat membutuhkan perhatian yang ternyata tidak mereka dapatkan. Sebenarnya para remaja ini sangat berharap
banyak orang-orang dewasa dalam kehidupan mereka. Di Amerika, 63% remaja berada di rumah sementara kedua
orangtuanya bekerja di luar rumah. Mereka terpaksa pulang sekolah sendirian, harus menjaga adiknya di sore hari, dan
tidak jarang harus makan malam tanpa ditemani siapapun. Kalau melihat kondisi seperti ini, maka tidak heran mengapa
remaja-remaja itu sampai menderita problem emosional yang berat. Akhirnya, bagi banyak remaja, kegiatan seks
selama tiga puluh menit dapat membangkitkan perasaan yang paling mendekati bahwa ia di kasihi. “Apapun demi
cinta”, itulah yang akan terus mereka lakukan. 3. Kacaunya Keadaan di Rumah merupakan tempat persemaiaman si buah hati, pertumbuhan anak-anak, serta sekolah pertama bagi setiap orang.
Rumah adalah lingkungan primer dan paling penting bagi seorang anak. Orangtua adalah idola pertama setiap anak dan
pemberi cinta yang tiada habis-habisnya kepada anak. Dalam situasi-situasi tertentu rumah adalah benteng pertahanan
yang paling kokoh dan tangguh. Ia merupakan sumber nilai yang tidak pernah kering. Tidak ada tempat yang lebih
aman, nyaman, dan menyenangkan bagi setiap anak dibanding rumahnya sendiri. Namun kini banyak perubahan yang
terjadi. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ideal bagi perkembangan anak mulai mengalami perubahan. Benteng
yang dahulu kokoh memberikan perlindungan, kini semakin keropos digerogoti virus-virus budaya masal. Posisinya
sebagai satu-satunya sumber nilai anak semakin tersaingi oleh nilai-nilai alternatif yang tidak jarang sangat merusak
sifatnya. Nilai-nilai asing yang dahulu sangat jauh di luar sana, kini memperoleh salurannya di setiap rumah. Orangtua
yang tadinya begitu mengayomi kini seperti mengalami kemandulan peran dan ketidakberdayaan dalam mewariskan
karakter. Mereka tidak dapat memberikan keteladanan yang baik bagi anaknya. Cinta menjadi semakin pudar dan
keharmonisan semakin jarang didapati. Tempat yang seharusnya begitu indah tidak lagi menjadi surga buat anak.
Kacaunya keadaan rumah seperti ini akan sangat berpotensi membawa ana-anak yang mengalaminya pada kehidupan
yang penuh gejolak di usia remajanya. Anak yang tidak mendapatkan pengasuhan dari orangtuanya cenderung tumbuh
sebagai pribadi yang permisif, liar, dan semaunya dalam melalui hari-harinya. 4. Tidak Adanya Pendidikian Seks Orangtua untuk Anak Pengertian seksualitas yang ada pada orangtua dan masyarakat masih sempit, sehingga
pembicaraan tentang seksualitas seolah-olah hanya diartikan kearah hubungan seks semata sehingga timbul
kecemasan bahwa pengetahuan tentang seks akan merusak nilai-nilai keluarga dan meningkatkan eksperimen serta
aktivitas seks remaja. Padahal sesungguhnya seksualitas memiliki cakupan wilayah yang begitu luas, dan pendidikan
seks bagi remaja sangat bermanfaat untuk: 1) Menolong remaja memiliki pengetahuan yang luas dan yang sehat
tentang seksualitas manusia, topik-topik biologi dan isu-isu seksual, seperti pubertas, alat-alat kontrasepsi, kehamilan,
penyakit menular seks, pemerkosaan, aborsi dan lain sebagainya. 2) Menolong remaja memiliki sikap yang tepat dalam
menolak tekanan teman sebaya dan berani mengatakan “tidak” terhadap perlakuan seksual yang tidak
sehat dan menyimpang, seperti menyaksikan pornografi, melakukan petting saat berpacaran, melakukan seks bebas,
menggunakan benda-benda seksual untuk mendapatkan kepuasan seksual, menyukai sesama jenis, dan lain
sebagainya. 3) Menolong remaja memiliki sikap bertanggung jawab terhadap keputusan seksual yang diambil. Hal ini
berhubungan dengan tidak melakukan aktivitas seks sebelum menikah, tidak mudah tergoda untuk melakukan
hubungan seks, tidak memaksa orang lain untuk melakukan aktivitas seks, dapat menahan nafsu seks, dapat
mengendalikan fantasi seksnya dan lain sebagainya. 4) Secara umum untuk menjawab keingintahuan remaja terhadap
seks dan mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang
tidak diharapkan seperti aktivitas seks bebas, kehamilan di luar nikah dan penularan penyakit menular seks.
Sementara itu di pihak lain, arus informasi yang memberikan tawaran kepada permasalahan seks yang berbentuk
pornografi semakin meningkat dan perilaku seks bebas sudah membudaya di kalangan anak muda saat ini. Akhirnya
remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba untuk melakukannya. Akibat-Akibat Dari
Penyalahgunaan Virginitas 1. Akibat Fisik Akibat fisik adalah akibat yang diderita oleh fisik mereka seperti dan terkena penyakit seks menular (PMS) seperti; Chlamydia (infeksi baktreri), HPV (kutil alat kelamin), Herpes 1 dan 2
(radang di daerah mulut, bibir, dan alat kemaluan), Hepatitis B (penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh, termasuk
darah, air mani, cairan vagina, dan air liur), candida (infeksi ragi dalam vagina karena terlalu pesatnya perkembangan
ragi di dalam vagina), Chancroid (bakteri yang menyerang kulit kelamin dan menyebabkan luka kecil bernanah),
lymphogranuloma venerum (luka kecil di sekitar organ seksual yang terjadi karena virus), AIDS (disebabkan oleh virus
HIV yang mengakibatkan menurunnya system kekebalan tubuh seseorang). 2. Akibat Emosi Selain akibat yang
diderita oleh fisik, ada juga akibat lain yang diderita karena penyalahgunaan virginitas ini, seperti: perasaan bersalah,
depresi, ketidak mampuan mempercayai orang lain, kesedihan, kesepian, ketakutan, kekhawatiran, penyesalan, amarah
dan menarik diri. 3. Akibat Spiritual Selain akibat yang diderita secara fisik maupun emosi, ada juga akibat spriritual
yang dapat menyebabkan para pelaku penyalahgunaan virginitas mengalami degradasi kerohanian yang pada akhirnya
membuat mereka terikat dan diperbudak oleh dosa seksual. Pandangan Alkitab Terhadap Virginitas Alkitab memang
tidak menyebutkan secara jelas dan terperinci tentang definisi keperawanan. Namun bukan berarti Alkitab tidak memiliki
definisi keperawanan, karena ternyata banyak ayat yang menyiratkan hal tersebut diantaranya: 1. Dalam Perjanjian
Lama, keperawanan tidak di tulis secara jelas. Kitab Ulangan 22:13-30 hanya menyebutkan tentang tanda-tanda
keperawanan. Di situ disebutkan seorang laki-laki yang baru menikah dan mengatakan; “Perempuan menjadi istriku, tetapi ketika ku hampiri tidak ada kudapati padanya tanda-tanda keperawanan, maka haruslah ayah dan
ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada tua-tua kota di pintu gerbang. Lalu haruslah
mereka membentangkan kain itu (kain tempat tidur dari malam pernikahan) di depan para tua-tua kota.” Kalau
ternyata tanda-tanda itu (noda-noda darah dari selaput darah seorang wanita) ada, maka laki-laki itu akan dihukum.
“Karena laki-laki itu telah membusukkan nama seorang perawan Israel.” Ungkapan ini menjelaskan
Pemuda Rehobot
http://pemuda.rehobot.net Menggunakan Joomla! Generated: 24 March, 2008, 09:13
betapa pentingnya nilai keperawanan yang harus dijunjung, dan bila keperawanan itu telah hilang sebelum pernikahan,
maka dalam Perjanjian Lama hal itu merupakan dosa yang harus dihukum dengan “melempari gadis itu dengan
batu sampai mati” (Ulangan 22:20-21). 2. Keperawanan tidak hanya terfokus pada hubungan seks dan keperawanan saja, melainkan juga meliputi seluruh kemurnian dan kesucian diri seseorang. Kemurnian ini adalah
kemurnian yang dituntut dari segala sesuatu yang menghampiri Allah yang kudus. Ide kemurnian ini terungkap oleh dua
keluarga kata Yunani hagnos dan hagios yang berakar pada kata hag-: “kudus”, menitikberatkan keadaan
yang harus dicapai manusia dalam hubungan dengan Allah yang kudus dan hubungan dengan sesama (1 Ptr 1:15-
16,22), sedangkan kata Katharos juga dapat berarti kebersihan secara fisik, yang secara khusus menyangkut kondisi
manusia dalam kultus, moral, dan hidup rohani (why 19:18). Dengan demikian para remaja Kristen harus menjaga
dirinya untuk tetap bersih dari segala bentuk kecemaran yang dapat membuat mereka kehilangan virginitasnya karena
sebagai umat Allah, para remaja Kristen dipanggil untuk: · Mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan
yang hidup, kudus dan berkenan kepada-Nya (Rm 12:1). · Memurnikan diri mereka dari segala sesuatu yang
mencemari tubuh dan roh mereka, dan menyempurnakan kesucian mereka dengan takut dan gentar kepada-Nya (2 Kor
7:1). · Menyucikan diri dengan menghindarkan diri dari pelanggaran seksual dan belajar untuk mengendalikan diri
mereka dengan cara-cara yang benar, kudus, dan terhormat, sehingga tubuh mereka tidak terbakar oleh hawa nafsu,
sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah (1 Tes 4:3-5), · Mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran (1
ptr 2:24). · Menjaga diri dalam keadaan tidak bercela seutuhnya baik tubuh, jiwa, dan roh sampai kedatangan Tuhan
Yesus Kristus yang kedua kalinya (1 Tes 54:23). PESAN UNTUK PARA TEMANKU YANG MASIH VIRGIN 1.
Pertahankan terus virginitasmu sampai jenjang pernikahan apapun resikonya. 2. Berusahalah untuk terus mengingatkan
teman-temanmu yang masih virgin untuk tidak terjerumus ke dalam perilaku penyalahgunaan virginitas. 3. Janganlah
menjadi sombong dan memandang rendah orang-orang yang sudah menyalahgunakan virginitas mereka. Malah
sebaiknya rangkulah mereka dan berilah mereka motivasi agar mereka dapat kembali kepada jalan yang benar.
PESAN UNTUK PARA TEMANKU YANG SUDAH TIDAK VIRGIN 1, Janganlah kamu memandang dirimu sebagai
seseorang yang tidak berharga. Harga dirimu bukan di dasari pada virgin atau tidaknya dirimu, malainkan dari sejauh
mana kamu dapat bertanggung jawab atas hidup dan masa depanmu. Sekalipun kamu telah kehilangan virginitasmu, itu
bukan berarti kamu harus kehilangan masa depanmu. 2. Asal kamu punya tekad yang kuat dan memohon pertolongan
dari pada-Nya, kamu pasti dapat meninggalkan kebiasaanmu yang salah itu. 3. Tidak ada istilah terlambat untuk
bertobat. Sekotor apapun diri kita, Tuhan pasti dapat membersihkan dan mengubahnya menjadi ciptaan yang baru.